Antara Facebook dan ABG Labil



Sedang hangat-hangatnya kasus penculikan ABG usia sekolah SMP lewat media jejaring sosial terbesar, Facebook, membuat beberapa orang bereaksi keras. Ada yang melarang siswa sekolah menggunakan Facebook, hingga fatwa haram Facebook.

Facebook, situs jejaring sosial, yang pada awalnya dikembangkan hanya untuk jaringan mahasiswa Harvard University oleh Mark Zuckerberg, kini telah menjadi media yang mendunia, sampai di Indonesia yang malah bebas diakses oleh siswa-siswa usia sekolah SMP.

Saya mulai memiliki akun di Facebook sekitar tahun 2006, jauh sebelum sebooming saat ini. Saat itu, masih sedikit yang mengetahui Facebook. Saya pun jarang membuka situs itu, karena saat itu situs jejaring sosial lainnya semacam Friendster dan MySpace masih menjadi raja. Facebook dahulu tidak seaktraktif sekarang. Yang saya ingat, saya masih sering mendapatkan kiriman-kiriman bunga yang harus dirawat di wall sendiri.

Hingga, lambat laun situs ini mulai mengglobal. Awalnya, pengguna Facebook didominasi oleh orang-orang usia kuliahan hingga kelas pekerja. Situs yang sangat digandrungi karena bisa menemukan teman-teman lama semasa SD hingga SMA. Dan yang paling saya sukai, saat itu belum ada nama-nama aneh seperti Chyin Celahu Cendhiri, Aan Sukaa Eskrim, dan nama-nama yang saya pikir, orangtua mereka pasti shock ketika tahu anaknya mengganti nama sendiri tanpa proses aqiqahan lagi.

Lalu, "bencana" itu dimulai. Konten-konten semakin ramai. Pengguna Facebook mulai bergeser dari jejaring sosial yang saling mengenal di dunia nyata, berubah menjadi jejaring yang menjebak orang-orang yang tak sekalipun bertemu di dunia nyata. Melainkan, begitu akrabnya di dunia maya. Game-game online, semcamam Mafia Wars, Zynga Poker, FarmVille, CafeWorld mulai menjamur.

Kemudian, muncul gaya baru. Gaya foto profil yang bukan foto sebenarnya, nama yang bukan nama sebenarnya, hingga foto sebenarnya yang dibuat segaya mungkin. Gaya standar yang begitu khas : foto kamera ponsel dengan sudut sekitar 30 derajat di atas kepala. Atau gaya mengatupkan telunjuk depan mulut, seakan-akan menyuruh pengunjung profilnya untuk diam, -mungkin karena pengunjung seperti saya, serasa mau muntah melihat wall seperti itu-

Kebanyakan dari mereka yang bergaya seperti itu adalah ABG labil, atau orang-orang labil. Banyak yang menyebutnya alay.

Lalu, muncullah bencana penculikan anak-anak SMP lewat perkenalan di media ini. Kemudian, orang ramai-ramai menyalahkan Facebook. Kenapa? Pikir mereka, Facebook lah yang menjadi sumber bencana. Situs yang tidak hanya menjadi jejaring sosial, tetapi juga menjadi jejaring penyamun menjaring mangsanya, -ABG labil-

Coba tanya, remaja jaman sekarang. Siapa yang tidak punya akun Facebook. Saking melek teknologinya, sampai-sampai saya tidak bisa menahan tawa saat ada yang berceletuk : facebook sama email itu beda. Haa! Kalau yang bilang begini itu anak-anak SMP, saya masih mafhum. Tapi kalau yang bilang itu mahasiswi tipe pesolek, saya mulai meragukan integritasnya.

Ada juga kebiasaan aneh, yang saya rasa hanya ada di pengguna Facebook di Indonesia. Asal confirm request teman, asal request orang, asal confirm group request, asal caplok teman sebagai siblings -hingga puluhan siblings. kasihan ibunya, melahirkan begitu banyak anak-. Gelagat apa ini? Gelagat banci tampil? Pantaslah, ketika sebuah iklan menyebut : Mau eksis? Jangan lebay, please. Tagline yang begitu cocok untuk orang-orang seperti itu.

Lalu intinya, filter diri sendiri. Jangan asal confirm, jangan asal request. Kita punya dunia nyata untuk bersosialisasi, bukan begitu getolnya di dunia maya.

Dan satu hal lagi; kids, don't talk to strangers. That's what my mom said to me when i was a teenager. Ababil, yeah ABG labil!

0 Response to "Antara Facebook dan ABG Labil"

Post a Comment

Komentar, Bukan Spam ;)