Tembakan Massal

Bercampur aduk rasanya jadi koass. Ada perasaan bangga, excited, capek, sampai muak!

Hari ini, di bagian Interna semua koass ditembak 1 minggu. And that's mean, semua koass di-tuming-kan. Damn, secara juga sy ndak tau aturan klo koass wajib datang even di pembacaan residen. Dengan lugunya, kami bergerombolan datang ke UPF untuk melihat keadaan, kemudian muncullah bencana itu.

Sang-supervisor-si-guru-besar-yang-tidak-penting-untuk-disebutkan-namanya membom kami semua koass-lucu-nan-lugu dengan bom tuming. Alasannya, tidak datang pembacaan.

Muak! Mana sy masih minggu I, jadi klo dituming jadi minggu 0 dunk. Wekz, jaga gratis nih.

Yaa, mau diapa lagi, kami -koass- cuma sekumpulan orang yang serba salah. Kami -koass- adalah strata terendah di rumah sakit. Ya, kami -koass- adalah Kumpulan OrAng Serba Salah.

Dan terima kasih atas tembakannya, dok!

Ayat-ayat Cinta; The Movie

Hari ini saya menyaksikan cinta.
Entah cinta itu hanya berhias akting, toh saya [berusaha] merasakannya.
Sungguh, saya terkesan.
Mungkin sama terkesannya dengan orang-orang yang baru menyaksikan betapa Islam mengagungkan cinta.

Cinta, namun dalam perspektif yang berbeda.
Bukan cinta yang penuh dengan nafsu belaka.
Bukan pula cinta yang mendayu-dayu, yang senantiasa mereka tanamkan pada otakku lewat sinetron dan film bodoh itu.
Bukan pula cinta yang membuat Laila menjadi gila, hingga membuatnya jauh dari-Nya

*setelah menonton Ayat-ayat Cinta, yang paling membuatku terkesan [dan mungkin cuma ini saja] adalah scene Aisha yang mendorong Fahri untuk menikah dengan Maria. Namun, tetap digambarkan bahwa ”sisi kemanusiaan” Aisha yang menangis, tapi tetap berusaha niat ikhlas karena Allah.

Subhanallah,.. seandainya [dan saya yakin memang ada] ada wanita yang bisa seikhlas ini,..

*Fahri-wannabe mode-on. Hehe, siapa Aisha nya ya?

Kaburrr ;)

Tertinggal; Sebuah Memoar

Dear all, tujuan awal blog ini dibiarkan hidup, adalah untuk melatih kepekaan menulis (sekaligus ajang narsistik bagi tulisan-tulisan tidak bermutu—he;p). Tapi, seiring berjalannya waktu (waktu bisa jalan ya?), tulisan yang ada di blog ini semakin tidak menentu arahnya, entah ideologis atau sekedar buang-buang waktu untuk dibaca..

Seperti itulah hidup penulis sekarang, out of the box. Semakin tidak menentu arahnya. Diawali dengan kesibukan ini itu, hingga akhirnya sama sekali out of the community. Semakin keras usaha untuk mencoba kembali, semakin banyak rintangan.

Konsekuensinya, seakan-akan kembali ke masa-masa lalu. Dan hal ini tidak hanya terjadi pada saya saja, teman-teman yang lain juga [mungkin] merasakan hal yang sama. Entah setannya yang cerdik menggoda, ataukah kami sudah menjadi komunitas setan-setan itu? Walaupun, kuantitas bukanlah menjadi alibi untuk melegalkan kondisi ini, tapi seakan-akan saya merasa aman, melihat orang lain mengalami hal yang sama. Bahwa, bukan hanya saya yang kini dalam kelemahan, tapi mereka juga!

Ya, sedari awal kami [komunitas orang setengah waras –dimata orang lain] , sudah terjebak dengan strategi kuantitas. Kami selalu berpikir, yang penting ada! Bukan, kualitas, yang dengannya, walau seorang, tetap mengalahkan kuantitas beribu orang. Kami [atau mungkin saya] terlalu bersemangat bahwa, kami akan mengalami hal-hal yang akan membuat kami tersadar, dan kemudian bangun kembali menyebarkan virus-virus ideologis kami, dan seterusnya hingga semua orang berpikir seperti cara pikir kami. Dan parahnya, pemikiran kami tidak diisi penuh. Ibarat kendaraan, bensinnya sudah habis di tengah jalan. Inilah realitanya sekarang, kami seperti berhenti di tengah jalan. Sementara musuh-musuh kami semakin kuat, menyebarkan virus-virus ideologis mereka, yang akhirnya membuat orang kebanyakan berpikir seperti mereka.

Sungguh, saya iri melihat orang-orang yang tetap mampu bertahan. Mereka, yang ditengah kesibukan, tetap menyatu dalam shaf. Mereka, yang bahkan mengabdikan hidup mereka hanya untuk berada dalam shaf tersebut. Mereka, yang sedari awal sudah berkomitmen penuh dan terus melaksanakan komitemen itu dengan sepenuh hati. Dan, rasa malu yang menyeruak ketika kami bertemu. Saling menanyakan kabar, hingga menanyakan kondisi sekarang. Mulut ini rasanya terkunci, muka ini serasa ingin dibenamkan dalam-dalam, dulu kami yang seperjuangan, kini serasa berubah arah. Mereka yang tetap melaju, kami yang tertinggal di belakang.

*dedicated to them. Miss u brotha’!

DR. Mansyur Semma: In Memoriam


Innalillahi wa inna ilaihi rojiun
Bapak DR. Mansyur Semma, telah berpulang ke Rahmatullah tadi subuh di RS Labuang Baji.
Dosen Komunikasi Unhas ini, merupakan sosok yang sangat sy kagumi. Beberapa seminar yang menghadirkan almarhum pernah sy hadiri, dan membuat saya terkagum-kagum pada beliau.
Gaya bicara dan analisisnya yang membuat saya cuma bisa mengangguk-angguk.
Dalam satu masiroh, beliau hadir, retorikanya benar2 membakar semangat.
Walaupun beliau menjadi buta akibat malpraktek, beliau tetap berkarya hingga akhirnya menyelesaikan gelar doktoralnya. Sungguh, semangat beliau tak pernah padam!

"Setidaknya saya bisa menunjukkan kepada diri saya, keluarga atau orang-orang, terutama kepada saudara-saudaraku yang buta bahwa menjadi buta bukanlah akhir segala-segalanya. Hidup tetap harus jalan,"
-DR. Mansyur Semma-