Kapitalis Bertopeng

“Lama-lama saya berpikir, I wish saya dapat menurunkan harga..” (Mari Elka Pangsetu, Menteri Perdagangan)

Ya, anda bisa, Bu. Masalahnya, adalah anda, dan bos anda dibelakang, tak mau. Tak mau berpikir panjang, bahwa masih ada sumber daya kita yang bisa dipakai untuk mensejahterakan rakyat, malah anda dan bos anda lebih memilih menyewakan tambang emas dengan harga yang jauh dibanding keuntungan yang penyewa itu dapatkan. Bukankah New York dibangun dari Freeport?

Dengan angkuhnya, anda dan teman-teman anda, mengumumkan kenaikan BBM, yang membuat harga-harga malah naik duluan sebelum malam sial itu. Membuat tarif angkutan naik hingga 50%, hingga saya harus membayar hampir dua kali lipat dari biasanya. Membuat beban hidup kami semakin menghimpit, hingga banyak yang menjadi gila. Dan anda, tentunya bos anda juga, memberikan kompensasi bagi sebagian dari kami, yang anda bilang cukup untuk mengimbangi kenaikan harga. Coba kita balik, bagaimana kalau anda meninggalkan rumah mewah anda, mobil keluaran terbaru yang anda koleksi di garasi, dan menjelma menjadi sebagian dari kami. Terimalah dana BLT, dan rasakan hidup dengan seadanya, dan kami yakin, anda juga bisa gila karena tekanan itu.

Anda dan Bos anda, menjadi boneka kapitalis. Boneka yang bisa digerakkan untuk kepentingan kapitalis. Atau malah anda dan bos anda telah ikut menjelma menjadi kapitalis bertopeng pemerintah?

Polisi Masuk Kampus : The Story of Cop VS Student

is this a our cop? is this our student?

Selama ini, ada semacam :peraturan tak tertulis”, yang menyebutkan polisi dilarang masuk kampus. Don’t know why, namun selama saya kuliah, jarang sekali saya lihat polisi masuk kampus (dalam artian, memakai pakaian dinas), kecuali dalam hal tertentu misalnya tawuran mahasiswa (yeah, unhas memang terkenal dengan tawurannya yang melegenda ;p).

Belakangan ini, dengan adanya demo kenaikan BBM yang marak di berbagai kampus, -yang sayangnya-, kadang berlangsung anarkis, membuat aturan tak tertulis tersebut, menjadi tidak berlaku. Polisi masuk kampus, mengejar mahasiswa, hingga yang paling parah, menjadi perusak kampus.

Kenaikan BBM juga menjadi hal yang tidak saya inginkan, (pemerintah tampaknya terlalu underpressured dengan kenaikan BBM dunia yang selama ini terkatrol dengan tameng kapitalisme), namun yang menyesalkan, kadang malah menjengkelkan, adalah demo mahasiswa. Bakar ban, menutup jalan (hey, tuh jalan punya nenek moyangmu, po??), melempari polisi –mungkin mereka pikir polisi cuma boneka-, dan tindakan lainnya, yang alih-alih membuat empati pada perjuangan mereka, malah membuat jengkel! Segala aktivitas terganggu, kepentingan umum pun terhambat.

Tindakan represif polisi, juga patut disayangkan. Mungkin mereka menganggap segala jenis demonstrasi adalah tindakan yang dapat membahayakan negara, -mungkin pemimpinnya juga ;p-. hingga akhirnya tindakan penyerbuan ke kampus, menjadi hal yang memalukan. Namun, menurutku, wajar. Toh, polisi juga manusia, mereka juga dapat meradang ketika diejek, diserang, atau malah dilempari. Yang menjadi tidak wajar, adalah mereka –belum bisa mengendalikan emosi. Mahasiswa juga, civitas akademika yang seharusnya terhormat, malah lebih parah. Lempar batu, menganggu kepentingan umum, apa mereka tidak berpikir? Apa yang mereka pelajari di kampus??

Toh, pada intinya, kesalahan ada pada system dan diri kita. Kapitalisme yang memaksa pemerintah tak berpikir panjang menaikkan harga BBM, dan diri kita yang masih menganggap superior dibanding orang lain. Mahasiswa dan polisi, damailah! Dan kapitalisme telah mati sebelum ia ada!