Jomblo? Kenapa Tidak?

Banyak yang mengasosiasikan jomblo sebagai bentuk ketidaklakuan, ketidakjantanan [atau ketidakbetinaan? hehe], atau malah sudah mengalami disorientasi [seksual?]
Dalam film "Jomblo", digambarkan 4 orang laki-laki yang menjomblo karena berbagai alasan. Christian Sugiono beralasan tidak bisa berkomitmen pada perempuan, Ringgo Agus Rahman beralasan tidak bisa menjadi yang terbaik bagi pacarnya, [sori, yg ini namanya terlupa] karena malu mengungkapkan perasaannya pada cewek yang sudah lama ditaksirnya, dan [lagi-lagi namanya gak ingat,..] karena memang tidak laku! Alasan terakhir ini yang [mungkin] menjadi alasan kenapa banyak orang yang menjomblo. Hoho

Tapi ternyata bagi sebagian orang, jomblo adalah perlawanan!
Perlawanan atas kultur budaya dan gaya hidup pesivisme yang sudah sedemikian bebasnya.
Perlawanan atas dorongan dan bujukan setan untuk bermaksiat.
Perlawanan untuk menunjukkan bahwa masih ada orang-orang yang mau hidup diatur oleh aturan dari Allah SWT.

Dan alasan-alasan itulah yang membuat [kadang] mereka dipandang manusia dari planet lain.
Tingkah yang membatasi pergaulan dengan lawan jenis, berusaha menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, tidak bersalaman dengan lawan jenis, dan tindakan lainnya yang dianggap "aneh" dan "ekstrimis"

Tindakan itu kemudian membuat logika berpikir. Bukannya manusia lebih suka barang baru daripada barang bekas?
Bagaimana kalau menikah nanti ternyata suami/istrinya adalah "barang bekas"? [saya analogikan non-jomblowan/non-jomblowati dengan barang bekas tanpa bermaksud merendahkan]. Kira-kira mereka lebih suka yang baru atau yang second ya?
Tapi sesuatu mulai berbisik : Bukankah orang kalau membeli barang harus dicoba dulu. Gak mungkin dong beli kucing dalam karung. Kan peraturannya barang yang dibeli tidak dapat ditukar/dikembalikan?
*Benar juga ya? Harus dicoba dulu..*
Logika kembali bernalar. Kalau peraturannya "barang yang dibeli tidak dapat ditukar/dikembalikan", artinya dalam memilih barang harus benar-benar selektif. Harus yang terbaik. Supaya tidak rugi.
Sesuatu berbisik lagi : Nah itu dia! Harus yang terbaik. Harus diseleksi! Makanya dicoba semua sampai dapat yang terbaik.
*Mengangguk*
Logika : Kalau semua sudah diseleksi artinya semua barang sudah dijamah oleh banyak orang [aku, kamu, dan orang lain]. Apa bedanya dengan kue-kue yang dijual di pinggir jalan. Semua orang bisa menyentuh. Lalu dibeli. Tapi pernahkah terpikir kalau tangan orang-orang yang menyentuh itu steril? Bukankah kue-kue itu jadinya tidak segar lagi?
Jalan terus saja. Nanti kalau sudah waktunya, baru beli kue. Beli yang baru, tidak terjamah. Supaya adil, jangan pernah menyentuh kue-kue lain. Sama-sama steril kan?
*Kedudukan sekarang : Logika vs Sesuatu = 3-2*

++jomblo adalah sebuah pilihan. sulit atau mudah, itu relatif. tapi keterikatan pada aturan, itu pasti++

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). ..”
(QS an-Nûr [24]: 26)

0 Response to "Jomblo? Kenapa Tidak?"

Post a Comment

Komentar, Bukan Spam ;)